Sesaat kita merasa kasihan dan trenyuh jika ada teman, anak dari teman atau anak dari tetangga yang awalnya disebut anak pandai atau bahkan anak cerdas, tetapi ketika masa tertentu dia mengalami kegagalan dalam perjalanan hidupnya.
Banyak sekali disekitar kita pengalaman pahit ini menjadi semakin membekas pada mereka anak-anak yang dinggap pandai dan cerdas tapi tidak berhasil dan sulit mencari sebuah makna arti pandai dan cerdas itu sendiri.
Inilah pengalaman nyata dari perjalanan ketiga orang temanku yang pandai dan cerdas.
1. Sebut saja dia Si Kutu Buku, itu julukan yang sering diberikan oleh teman-teman sekelasku. Dia masuk ke SMA swasta dengan nilai yang bagus karena pilihan orang tuanya. Seharusnya Dia bisa masuk di SMAN daerah setempat, tapi Dia lebih suka masuk SMA swasta anjuran orang tuanya. Tak heran jika dia selalu rangking 1 dan pernah menyandang sebagai bintang pelajar. Namun angka 8 dan 9 yang ada diraport tidak mampu meloloskan dia untuk masuk PMDK disuatu PTN daerah setempat. Hatinya mulai resah, jauh dalam hatinya dia bertanya dan mengungkapkan padaku ” mengapa kepandaianku dan rangking 1 satu ku tidak berarti?” Kujawab dan mencoba menghiburnya ” Coba ikut UMPTN, saya yakin sampean bisa!”. Tapi ada satu jawaban yang menunjukkan keputus asaanya “MALAS!” saingannya lebih banyak.
2. Sebut saja dia Pendiam yang tekun dalam belajar. Sejak kelas 3 SD rangking 1 dan bintang pelajar tiap catur wulan selalu disandangnya. Ini berjalan selama 3 tahun sampai lulus SD pun dialah peraih DANEM tertinggi yaitu: 45,37 sementara aku hanya sanggup diangka 35,97 dari 5 bidang studi yang diujikan. Sungguh bagai bumi dan langit meskipun aku juga pernah rangking 3 dibawahnya. Tetapi seiring perjalanan kita terpisah saat melanjutkan sekolah ditingkat SLTA. Dia mengambil sekolah farmasi dan aku di SLTA swasta. 3 tahun berlalu suatu hari kita bertemu dan banyak perbincangan yang terjadi. Salah satunya yang kutanyakan. Sekarang kuliah dimana? “Aku gak kuliah karena tidak masuk UMPTN, lalu apa kegiatanmu sekarang? Aku menunggu apotek milik tetangga setelah lulus farmasi. Dia berkata sambil minta dido’akan. ” Mudah-mudahan aku bisa lebih baik dari hari ini karena aku kecewa dengan diriku saat ini”.
3. Yang satu ini adalah cerita tentang sahabatku samasa aku di bangku kuliah fakultas PMIPA jurusan Pend. KIMIA. Dia adalah sosok yang tegas, percaya diri dan cerdas. Dalam 9 semester hanya ada 2 matakuliah dapat nilai C dan 2 matakuliah dapat nilai D. berbeda jauh dariku hampir disetiap hasil studiku ada nilai C dan nilai D. Lulusnya dengan IP yang diatas 3. Dua kali dia coba masukkan surat lamaran ke LBB ternama, tapi sayang hasilnya tidak memuaskan. Waktu berlalu akupun sudah mulai mengajar disuatu lembaga pendidikan. Dia sering curhat dan minta tolong agar mudah diterima saat melamar menjadi seorang guru. Akupun berusaha membantu tapi sayang dia lebih dulu putus asa dan memutuskan untuk menjadi ibu rumah tangga dengan satu alasan ” Aku males mikir”.
Seperti itukah akhirnya anak-anak yang dianggap pandai dan cerdas? mengapa anak yang dianggap pandai dan cerdas mudah putus asa? Jika aku dianggap pandai dan cerdas apakah ada jaminan aku akan berhasil? sebaliknya jika aku dianggap bodoh apakah benar hidupku pasti berantakan?
Tidak semua anak yang pandai bisa berhasil dan tidak semua anak yang dianggap bodoh berantakan. Dua hal itu yang perlu sesering mungkin untuk direnungkan kembali baik bagi orang tua atau para pendidik dan pengajar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar